Penjor Pada Hari Raya Galungan
Makna Penjor pada Hari Raya Galunga dan Kuningan yaitu sebagai simbol kemenangan Dharma melawan Adharma, yang persembahannya tertuju kepada Ida Bhatara di Gunung Agung.

Terdapat dua jenis Penjor, yaitu Penjor yang bersihat sakral atau religius atau upakara dan Penjor hias. Pada saat berlangsunya upakara keagamaan, masyarakat Hindu Bali menggunakan ataupun mendirikan Penjor Upakara. Mendirikan Penjor merupakan simbol kemenangan dan kemakmuran, serta sebagai wujud rasa syukur dan pesembahan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Pada saat hari besar Hindu, seperti Hari Raya Galungan dan Kuningan, masyarakat Hindu juga mendirikan Penjor. Makna Penjor pada Hari Raya Galungan dan Kuningan yaitu sebagai simbol kemenangan Dharma melawan Adharma, yang persembahannya tertuju kepada Ida Bhatara di Gunung Agung. Pelaksanaan pemasangan penjor yaitu pada hari penampahan Galungan setelah jam 12 siang. Pemasangan penjor berada di sebelah kanan pintu masuk pekarangan. Bila rumah menghadat ke utara, makan penjor di tancapkan pada sebelah timur.

Penjor 

Sering kita lihat banyaknya penjor pada saat hari besar Umat Hindu, seperti hari raya Galungan dan Kuningan. Bagi Umat Hindu di Bali, penjor merupakan simbol gunung ataupun simbol Naga Basuki yang artinya kesejahtraan dan kemakmuran sekaligus sebagai persembahan dan ucapan rasa syukur. Dikutp dari situs bali.kemeng.go.id , Penjor merupakan lambang rasa syukur dan ucapan terimakasih kepada Tuhan atas segala anughrah hasil bumi, dan Gunung Agung sebagai pemberi kemakmuran. Karena Umah Hindu di Bali mempercayai Gunung Agung sebagai tempat berstananya Hyang Bhatra Putra Jaya beserta Dewa dan para Leluhur. Jadi Gunung merupakan istana Tuhan dengan berbagai manifestasinya.

Terdapat beberapa Lontar yang menjelaskan tentang Penjor. Dalam Lontar Jayakasunu, menyebutkan Penjos sebagai lambang Gunung Agung. Lontar Usana Bali, Penjor merupakan persembahan kepada Hyang Betara Gunung Agung yang berupakan tempat bersemayangnya para Dewa. Selain itu dalam Lontar Basuki Satwa, menyebutkan bawa gunung (giri) merupakan naga raja (Naga Basuki).

Dalam mitologi, pada dasar Gunung Agung terkenal sebagai linggih Sang Hyang Naga Basuki. Berdasarkan dari kata tersebut yaitu Basuki, maka timbulah nama Besakih. Pura Besakih berupakan pusat kegiatan dari seluruh Pura yang ada di Bali. Dalam lontar Basuki Satwa, melukiskan  Naga Basuki bahwa ekor naga berada di punjak Gunung Agung, dan kepalanya berada di laut. Hal tersebut menggambarkan bahwa Gunung merupakan waduk penyimpanan air, adanya sungai, dan akhirnya bermuara di laut. 

Berdasarkan dari kutipan lontar dan bentuk Penjor. Penjor merupakan simbol gunung yang memberikan keselamatan dan kesejahtraan. Selain itu, jika penjor dilihat dari kelengkapan dan bentuknya yang melengkung. Penjor dapat digambarkan sebagai sosok naga yang dapat memberikan kehidupan dan keselamatan.

Kelengkapan penjor seperti sanggah penjor, pala bungah, pala gantung, sampian penjor, lamak, ceniga, kain dan sebagaianya. Kelengkapan tersebut wajib diisi pada penjor Upakara, hal tersebut bertujuan sebagai rasa syukur umat terhadap Ida Sang Hyang Widi Wasa atas segala karunia dan anugrah-Nya. 

Unsur - Unsur Penjor

Lontar Tutur Dewi Tapini menyebutkan bahwa setiap unsur - unsur pada penjor melambangkan simbol - simbol suci, serta adanya syarat - syarat tertentu dan harus sesuai dengan Sastra Agama. Hal tersebut bertujuan untuk mentaati serta menghindari fungsi dan sifat penjor itu sendiri. Berikut ini merupakan unsur ataupun eteh - eteh penjor yang harus terdapat pada Penjor :

  1. Sampian Penjor, sebagai lambang Sang Hyang Prama Siwa. Isinya sampiannya yaitu canang sari, kwangen sesari 11 kepeng.
  2. Jaja Gina Jaja Uli, sebagai lambang Sang Hyang Brahma.
  3. Kober Putih Kuning dengan Padma Ongkara, sebagai lambang Sang Hyang Iswara.
  4. Cili/ Gegantungan, sebagai lambang Sang Hyang Widiadari.
  5. Tamiang, sebagai lambang untuk menolak Adharma.
  6. Ubag Abing, sebagai lambang Sang Hyang Rare Angong,
  7. Klukuh yang berisi Pisang, Tape, Jaje. Merupakan sebagai lambang Sang Hyang Boga.
  8. Tebu, sebagai lambang Sang Hyang Sambu.
  9. Pala Bungkah seperti umbi - umbian dan Pala Gantung seperti buah - buahan, padi, kacang - kacangan dan sebagainya. Pala Bungkah dan Pala Gantung melambangkan Sang Hyang Wisnu.
  10. Kelapa, sebagai lambang Sang Hyang Rudra.
  11. Busung atau Ambu, sebagai lambang Sang Hyang Mahadewa.
  12. Plawa, sebagai lambang Sang Hyang Sangkara.
  13. Sanggah Ardha Candra, sebagai lambang Sang Hyang Siwa.
  14. Banten, sebagai lambang Sang Hyang Sadha Siwa.
  15. Lamak, sebagai lambang Sang Hyang Tribhuana.
  16. Bambu yang dibungkus kasa atau ambu. Merupakan lambang Sang Hyang Mahesora.

Penjor dibuat dengan seidah - indah, lengap dengan pala bungkan - palagantung dan atribut / eteh - eteh lainnya.  Pada saat hari raya Galungan, pendirian penjor yaitu pada saat penampahan Galungan, tepatnya setelah jam 12 Siang. Hal ini berupakan sebagi wujud kemenangan setelah melaksanak proses nampah atau melawan sifat - sifat negatif seperti pikiran, perbuatan dan perkataan yang kotor (Tri Kaya Parisudha). Selain itu, letak pendirian penjor berada di sebalah kanan pintu masuk pekarangan. Jika rumah menghadap ke utara, makan penjor terletak di sebelam timur pintu pekarangan. 

Kesimpulan

Penjor merupakan sarana ataupun ungkapan rasa syukur kehadapat Tuhan atau Ida Sang Hyang Widi Wasa, atas segala anugrah-Nya. Ungkapan syukur tersebut diwujudkan dalam bentuk Penjor yang menyerupai lambang Pertiwi Bhuana Agung. Selain itu, Penjor merupakan lambang Gunung yang merupakan sumber kesejahtraan, yang  menyerupai Naga Basukhi. Kepala Naga berada di bawah, dan ekornya melengkung ke atas. Serta lengkapi dengan enteh - eteh atau kelengkapan penjor yang sesuai dengan penjor Upakara.

Pemasangan ataupun pendiri penjor biasanya pada saat hari keagamaan, seperti hari raya Galungan dan Kuningan. Pada saat hari rasa tersebut, pemasangan penjor harus sesuai dengan syaratanya atau mendirikan jenis Penjor Upakara yang lengkap dengan eteh - etehnya, serta terdapat waktu tertentu pada saat pendiriannya. Tepatnya setelah jam 12 siang dan letaknya di sebelah kanan pintu pekarangan rumah. Tetapi jika ingin mendirikan penjor hanya sebagai hiasan semata, memperkenankan mendiri penjor tidak selengkap penjor upakara. Maka penjor teresebut tergolong sebagai penjor hias. 

Sementara itu, pendirian Penjor pada saat hari raya Galungan dapat berarti sebagai pertanda kemenangan dharma melawan adharma. Pendirian harus pada saat hari penampahan Galungan, dan tepatnya setelah jam 12 siang atau setelah selesainya proses nampah / mebat. Waktu tersebut bukanlah tanpa alasan, tetapi ada artinya. Pendirian penjor tersebut bermakna sebagai ungkapan rasa syukur, karena kita telah mampu melawan sifat - sifat negatif pada diri atau menampah atau menghilangkan sifat negatif tersebut. Kemudian ungkapan tersebut dapat berupa rasa syukur, dengan tanda mendirikan Penjor Upakara yang lengkap dengan eteh - etehnya.

Penting sekali kita sebagai Umah Hindu untuk mengetahui Penjor itu sendiri, tidak hanya mengetahui makna maupun arti penjor itu sendiri. Tetapi lebih ke proses pendiriannya maupun kelengkapan enteh - etehnya yang wajib kita ketahui. Agar kita selalu menjaga dan mewarisi peniggalan leluhur, terutama yang berhubungan dengan Upakara Agama. Serta membuat upakara keagaman sesuai dengan sumbernya.  Sehingga tidak asal dalam membuat upakara atau adanya istilah "nak mule keto". 

Scroll to Top