Om Swastyastu. Agama Hindu mengajarkan pentingnya pendidikan karakter. Dengan karakter yang baik dapat menumbuhkan rasa saling menghormati dan saling mengargai antar sesama. Dalam Agama Hindu terdapat pendidikan karakter untuk menghormati Guru, ajaran tersebut yaitu Catur Guru. Pengertian dari Catur Guru tersebut yaitu empat Guru yang harus kita muliakan, hormati, dan patuhi. Adapun bagian - bagiannya yaitu Guru Swadyaya (Tuhan/ Ida Sang Hyang Widi Wasa), Guru Wisesa (Pemimpin / Pemerintah), Guru Pengajian (Guru di Sekolah), dan Guru Rupaka (Orang Tua).
Dalam Agama Hindu juga mengajarkan cara untuk menghormati / berbakti kepada keempat Guru tersebut, ajaran tersebut yaitu Catur Guru Bhakti. Berbakti kepada Tuhan dengan cara rajin sembahyang, berbakti kepada Pemimpin/ Pemerintah denga cara mengikuti segala peraturan pemerintah, berbakti kepada Guru di Sekolah dengan cara rajin belajar, dan berbakti kepada Orang Tua dengan cara menjadi anak yang suputra.
Pengertian Catur Guru
Catur Guru terdiri dari dua kata yaitu Catur dan Guru. Kata "Catur" artinya empat. Sedangkan kata "Guru" dalam Bahasa Sansekerta terbagi atas dua suku kata. Suku kata "gu" artinya bayangan, dan "ru" artinya terang. Sehingga kata Guru dapat berarti cahaya yang mampu memberikan penerangan saat mengalami bayangan kegelap. Jadi, Catur Guru berarti empat guru yang memberikan pencerahan dari kegelapan dan keempat guru tersebut harus mampu kita hormati.
Bagian - Bagian dari keempat Guru tersebut yaitu :
- Guru Swadyaya artinya Tuhan / Ida Sang Hyang Widi Wasa,
- Guru Wisesa adalah Pemimpin / Pemerintah,
- Guru Pengajian adalah Guru di Sekolah / Seseorang yang memberikan tuntunan kepada kita,
- Guru Rupaka adalah Orang Tua / Leluhur.
Ibarat seperti cahaya lilin dalam kegelapan, yang mampu memberikan penerangan saat gelap. Begitu halnya keempat bagian - bagian guru yang akan kita bahas. Karena dengan tuntunan beliau, kita mampu melewati kegelapan kehidupan. Awalnya diri kita tidak tahu apapun, dan berkat tuntunan beliau kita bisa mengerti. Sehingga kita mampu dan menerima segala lika - liku kehidupan yang terjadi. Untuk memahami, berikut akan di uraikan lebih jelas tentang bagian - bagian dari Catur Guru.
Bagian - Bagian Catur Guru
Guru Swadyaya
Guru Swadyaya adalah Sang Hyang Widi atau Tuhan Yang Maha Esa. Sebagi umat Hindu sangan meyakini dengan adanya Sang Hyang Widi Wasa, beliau merupakan sumber dari segala kehidupan dan apapun yang terjadi di dunia ini merupakan kehendak beliau. Kita sebagai makhluk ciptaan Tuhan, sudah sewajarnya untuk hormati dan bakti kepada-Nya. Menghormati / mensyukri apa yang telah terjadi, dan berdoa / memohon tuntunan apa yang akan kita lakukan.
Hal yang paling sederhana yang bisa kita lakukan agar memperoleh tuntunan-Nya, yaitu dengan cara berdoa sebelum melakukan kegiatan apapun. Semisal kita lagi mengerjakan sesuatu, memohonlah kepada Tuhan agar memperoleh kelancaran dan terhindar dari segala rintangan yang merugikan. Serta memohonlah agara kegiatan yang kita lakukan dapat terselesaikan. Selain itu, untuk menunjukkan bakti kita kepada Tuhan bisa melangsungkan upacara Yadnya.
Dalam Sloka Bhagavadgita, Bab XI, Sloka 40 berbunyi:
Namah Puras tas atha prstha taste. Mamostute sarvata eva sarva. Ananta virya mitavikramastvam. Sarvam samapnopsi tto’si sarvah.
Sloka Bhagavadgita, Bab XI, Sloka 40
Artinya : Hormat pada-Mu pada semua sisi, O Tuhan, Engkau adalah semua yang ada tidak terbatas dalam kekuatan, tak terbatas dalam keperkasaan, Engkau memenuhi segala. Karena itu, Engkau lah segala itu.
Dari sloka tersebut kita bisa menyimpulkan, bahwa Ida Sang Hyang Widi penguasa segalanya. Ibarat tidak terbatas ruang dan waktu. Serta beliau berda di manapun. Untuk itulah kita harus mampu berserah diri dan berdoa memohon keselamatan kepada-Nya. Memohon tuntunannya dan bimbingannya dari Tuhan. Selain memohon kepada Tuhan, kita harus menyertai dengan usaha semaksimal mungkin.
Guru Wisesa
Guru Wisesa adalah guru yang memiliki tugas, wewang dan tanggung jawab terhadap masyarakat, bangsa, dan negara. Kita sebagai masyarakat sudah sewajarnya untuk mengormati / mematuhi segala peraturan yang ada. Serta menghormati orang - orang yang menjabat pada jabatan pemerintahan. Baik itu tingkat Desa, Camat, Kabupaten, Provinsi dan Negara.
Sebenarnya menghormati orang lain tidak harus menghormati seseorang yang memiliki jabatan, tetapi siapapun orangnya harus mampu kita hormati. Seperti halnya semboyang utama dari Tat Twam Asi "Aku adalah engkau, engkau adalah aku". Karena kita semua berasa dari-Nya. Oleh seba itu kita harus menghormati semua ciptaan Tuhan, tak terkecuali menghormati sesama. Tetapi dalam Guru Wisesa menekankan untuk menghormati dan mematuhi segala peraturan pemerintah. Karena setiap peraturan yang ada, pasti bertujuan untuk mengarah kejalan yang benar.
Contohnya dalam peraturan Pandemi Covid-19. Kita harus selalu memakai masker ketika keluar rumah/ berinteraksi dengan orang lain. Bukankan peraturan tersebut berfungsi untuk mengurangi sebaran virus corona. Begituhalnya, beraturan - beraturan yang akan pemerintah keluarkan suatu saat nanti, ikutilah anjuran tersebut. Karena bagaimanapun, peraturan tersebut berguna untuk kebaikan kita bersama.
Guru Pengajian
Guru pengajian adalah guru yang berada di Sekolah, dan seseorang pengajar yang berada di manapun harus kita hormati. Seseorang guru tidak hanya bertugas untuk mendidik mata pelajaran. Tetapi mendidi kita agar menjadi seseorang yang berbudi pekerti luhur dan berakal sehat mulia. Berkat bimbingan seorang guru, kita mampu membedakan mana yang benar dan salah. Serta mendidik kita dalam mengambil keputusan.
Dalam kitab Kitab Nitisastra II.13, terdapat kutipan untuk menghormati seorang guru, yaitu :
Haywa maninda ring dwija daridra dumaa atemu, Sastra teninda denira kapataka tinemu magong, Yan kita ninda ring guru patinta maparek atemu, Lwirnika wangsa-patra tunibeng watu remek apasah.
Kitab Nitisastra II.13
Artinya : Janganlah sekali-kali mencela guru, perbuatan itu akan dapat mendatangkan kecelakaan bagimu. Jika kamu mencela buku-buku suci, maka kamu akan mendapatkan siksaan dan neraka, jikalau kamu mencela guru maka kamu akan menemui ajalmu, ibarat piring yang jatuh hancur di batu.
Bagaikan sebuah piring yang jatuh di batu, pastinya piring tersebut akan pecah dengan seketika. Begitu halnya ketika kita tidak menghormati seorang guru. Apalagi perlakuan, ucapan ataupun tindakan kita tidak baik kepada guru, maka kita akan memperoleh siksaan dan neraka.
Jika kita saat ini menjadi seorang siswa, hormatilah guru kita. Karena seorang guru pasti berniat untuk pendidik diri kita, agar nantinya diri kita menjadi seseorang yang bergunan. Jika kita saat ini menjadi seoarang guru ataupun pengajar, didiklah anak didik kita sebaik mungkin. Karena didikan yang kita berikan akan menjadi bekal untuk masa depan mereka.
Guru Rupaka
Guru rupaka adalah orang tua. Orang tua merupakan pendidik yang pertama sebelum kita mengenal lingkung luar / masyarakat. Apalagi sebelum kita mengenal Guru Pengajian atau lingkungan sekolah. Ibara orang tua merupakan seseorang yang mengajarkan kita dasar - dasar kehidupan. Sehinggal beliaulah patut kita anggap sebagai guru yang pertama atau utama. Pendidik paling pertama artinya orang tua mendidik, mengajar, melatih kita dalam hal makan dan minum serta berbicara dan berjalan.
Oleh sebab itu, hormatilah kedua orang tua kita dan janganlah berprilaku menyimpang kepada mereka. Apalagi sampai perbuatan, perkatan ataupun pikiran kita membuat mereka sakit hati. Adapun ajaran mengenai Guru Rupaka ini sebenarnya terdapat dalam Kitab Sarasamuscaya dan Kitab Pustaka Slokantara. Ajaran tersebut mengajarakan kita untuk hormat dan bakti kepada orang tua, serta menekankan hal - hal yang terjadi ketika kita tidak hormati kepada beliau.
Ikang bhakti makawwitan, paritusta sang rawwitnya denya phalanya mangke dlaha,
Sarasamuscaya Sloka 241
langgeng paleman ika ring hayu
Artinya : Orang yang setia dan hormat kepada orang tua, sehingga membuat orang
tua menjadi senang dan bahagia, maka anak yang demikian akan memperoleh kemasyuran
dan keselamatan pada kehidupannya sekarang dan kelak di kemudian hari.
Ekāksara pradātāram dataram nānumanyata cwinnāyomau prasuta tu candala hayati
Kitab Pustaka Slokantara sloka 26
thijayate
Artinya : Orang yang tidak mau mengakui guru, orang yang telah memberikan
pelajaran padanya walaupun sedikit saja, ia nanti akan lahir mula-mula sebagai anjing dan
kemudian sebagai orang candela.
Berdasarkan kutipan beberapa sloka tersebut, menjelaskan bahwa hal positif yang akan kita peroleh ketika kita mampu berbakti dan hormati kepada orang tua. Sebenarnya tidak ada alasan untuk kita tidak hormat dan berbakti kepada beliau, karena bagaimanapun berkat mereka kita bisa terlahir di dunia ini. Serta berkat mereka kita bisa memperoleh kehidupan di dunia.
Kesimpulan
Dalam ajaran Agama Hindu terdapat ajaran untuk hormat dan bakti kepada Guru. Ajaran tersebut yaitu Catur Guru, yang merupakan empat guru yang harus kita hormati, muliakan dan patuhi. Karena keempat guru tersebut menuntun kita dari bayangan kegelapan kehidupan, lewat cahaya ilmu pengetahuan ataupun tuntunan langsung dari mereka.
Bagian - bagian dari Catur Guru yaitu :
- Guru Swadyaya yaitu Tuhan / Ida Sang Hyang Widi Wasa yang merupakan mencipta alam semesta beserta isinya,
- Guru Wisesa yaitu Pemimpin / Pemerintah yang memberikan keamanan ataupun tuntunan bagi masyakaratnya,
- Guru Pengajian yaitu guru di sekolah / seseorang yang pengajar dan memberikan pengarahan kepada kita dari awalnya tidak tahu menjadi tahu,
- Guru Rupaka yaitu kedua orang tua / leluhur yang mendidik dan memberikan kelayakan dalam kehidupan di dunia ini.
Sudah Sewajarnya bagi kita untuk hormati dan berkati kepada beliau. Serta tiada ada alasan untuk perprilaku yang tidak baik kepada keempat Guru Tersebut. Om Shanti-Shanti-Shanti Om
Daftar Pustaka
- Jurnal Ilmu Agama dan Kebudayaan oleh Pascasarjana Universitas Hindu Indonesia Denpasar
- Catur Guru : Reaktulasi Nilai - Nilai dalam Kesusateraan Hindu untuk Pembelajaran Sejarah Lokal
- Sarasamuccaya
- Guru Bhakti Jalan Menuju Kebahagiaan
- Pengertian dan Bagian-Bagian Catur Guru
- Guru, dari Sudut Pandang Agama Hindu
- Mengaplikasikan Ajaran Catur Guru Saat Pandemi