Makna Tetabuhan Tuak Berem dan Arak
Tetabuhan Tuak berem berupakan simbol Aksara Ang, dan Arak Aksara Ah. Kedua aksara suci tersebut sebagai pengastawa menghaturkan segehan.

Om Swastyastu

Masyarakat Hindu di Bali tidak pernah lepas dari ritual keagamaan. Ritual keagaam merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat Hindu di Bali, sebagai ungkapan syukur dan persembahan kepada Tuhan (Ida Sang Hyang Widi Wasa) yang telah menciptakan alam semesta ini. Pelaksanaan ungkapan syukur tersebut dengan cara melaksanakan Yadnya pada hari - hari tertentu. Adapun contoh pelaksanaanya yaitu meghaturkan Segehan pada hari Kajeng Kliwon, dengan menggunakan petahuban / tetabuhan tuak berem dan arak.

Pada kesempatan hari ini, akan membahas tentang makna dari sarana pengastawa menggunakan tuak berek dan arak dalam upacara Yadnya, terutama penggunaan pada bebantenan segehan manca warna. Seperti kita ketahui, Segehan merupakan salah satu upacara Bhuta Yadnya yang dihaturkan kepada Bhuta Kala, dengan tujuan nyomya. Nyomya yakni penetralan kekuatan jahat dan menciptakan hubungan harmonis antara sesama ciptaan Tuhan.

Tidak hanya dari bentuk segehan, bahan bembuatannya, termasuk juga warna - warna nasi yang memiliki makna dan bernilai sakral dan magis. Begitujuga makna dari pengastawa menggunakan tuak berem dan arak. Pengastawa menggunakan tuak berem dan arak pastinya memiliki makna dan kekuatan kesucian yang bernilai sakral.

Segehan

Menurut masyarakat hindu Bali, Bhuta Kala digambarkan sebagai makhluk yang menyeramkan. Sering menimbulkan gangguan, serta bencana. Tetapi ketika diperhatikan (pemberikan korban / persembahan), mereka akan membantu dan melindungi. Jika kita artikan dari kata Segehan, segehan dapat berarti "suguh", dapat berarti menyuguhkan atau mempersembhakan. Mersembahan tersebut dihaturakan kepada manifestasi Tuhan dalam bentuk Bhuta Kala. Adapun bertujuan untuk menjaga keseimbangan dan keharmonisan alam.

Menurut Ida Pedanda Gde Manara Putra Kekeran yang diwawancarai Bali Express (Jawa Pos Group) menyampaikan bahwa segehan merupakan lambang keharmonisan manusia (pawongan) dengan Tuhan (palemahan). Selain itu, Beliau juga memaparkan. Setelah menghaturkan segehan, kemudia disirami atau metetabuh. Tetabuhan tersebut biasanya menggunakan air putih bersih atau tuak, arak dan berem.

Adapun prosesnya tetabuhannya yaitu dengan cara mengelilingi segehan tersebut. Serta mengucapkan doa atau mantra "Om ibek segara, ibek danu, ibek bayu, premananing hulun", yang artinya Hyanng Widhi semoga hamba diberkahi bagaikan melimpahnya air laut, air danau, dan memberi kesegaran jiwa dan batin hamba.

Segehan Manca Warna

Segehan Manca Warna menyusun nasi menjadi lima bagian warnya dan penempatannya sesuai dengan arah mata angin. Warna putih menempati timur, warna kuning menempati barat, warna hitam menempati utara, dan warna merah menempati selatan, serta warna brumbum berada di tengan.

 

Segehan Manca Warna ini biasanya di letakkan pada pintu masuk pekarangan (lebuh pemeda­l)atau di perempatan jalan. Adapun doa dari segehan manca warna ini yaitu :

 Om. Sarwa Durga Prate Byo Namah

Artinya : Hyang Widhi Izinkan Hamba Menyuguhkan Sajian Kepada Durga Prete Seadanya.

Tetabuhan Arak Berem

Tetabuhan Tuak Berem dan Arak merupakan simbol pengastawa dengan aksara suci (Ang Ah) kehadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa ataupun manifestasinya. Berem merupakan simbol dari Ang-kara, sedangkan Arak merupakan simbol dari Ah-kara. Hal tersebuh terkait hubungannya dengan Tri Kona.

Adapun penjelasnnya sebagai berikut :

  1. Utpeti (Nyajum/Puja). Sebagai permohonan kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa agar berkenaan kontak dengan manusia melalui manifestasi beliau. Agar beliau berkenan menyaksikan persembahan dari pemuja-Nya. Permohonan tersebut mempergunakan biji Mantra seperti Ang Ah, dalam hal ini menggunakan sara simbol pengastawa. Sehingga urutannya Berem (Ang), kemudia Arak (Ah).
  2. Stiti (Ngadegang). Menstanakan Beliau, hal ini berarti Beliau / Manifestasinya telah duduk dan telah siap menerima persembahan dari pemuja-Nya.
  3. Prelina (Ngemantukan). Menghaturkan persebahan kepada Beliau dan berkenaan kembali ke Kahyangan, karena proses persembahan telah usai dan berjalan dengan lancar. Serta mengucapkan rasa syukur atas berlangsungnya proses upakara. Adapun urutan tetabuhan dalam proses Pralina yaitu Arak (Ah) kemudia Berem (Ang).

Cara Menghaturkan Segehan Manca Warna

Semisal kita ambil contoh menghaturnya segehan di rumah, Adapun proses menghaturkan segehan yaitu sebagai berikut :

  1. Posisikan letak segehan sesuai dengan posisi warna nasi dengan arah mata angin,
  2. Lengkapi dengan sara pelengkap seperti dupa,
  3. Tuangkan / matetabuh mulai dari berem (aksara Ang), kemudia arak (aksara Ah), sembari mengucapkan mantra Om ibek segara, ibek danu, ibek bayu, premananing hulun. Serta percikkan tirta,
  4. Melakukan ayab sembari menyebutkan mantra Om. Sarwa Durga Prate Byo Namah
  5. Kembali menuangkan pengastawa tetapi dengan kebalinnya, memulai dengan metabuh arak (aksara Ah), kemudian berem (aksara Ang).

Kesimpulan

Kandungan Alkohol tidak hanya terbukti sebagai membunuh banteri. Apalgi adanya virus corona-19 waktu - waktu ini. Selain itu, masyarakat Hindu di Bali sudah dari dahulu menggunakan kandungan alkohol sebagai pelengkap upakaran. Adapun jenis - jenis alkohol tersebut yaitu tuak berem dan arak.

Kedua minuman / tetabuhan tersebut merupakan simbol mantra suci Ang Ah sebagai pengastawa dalam berlangsungsa proses keagamaan. Tuak berem berupakan sombol aksara Ang, dan Arak merupakan simbol Aksara Ah. Biasanya kedua aksara suci tersebut dipergunakan sebagai pengastawa dalam menghaturkan segehan Manca Warna. Menghaturkan segehan merupakan bagian dari Panca Yadnya yaitu Bhuta Yadnya. Om Shanti-Shanti-Shanti Om

 

Scroll to Top